Jumat, 02 Maret 2018

TUGAS ETIKA BISNIS (ANALISIS KASUS IKLAN YANG MELANGGAR KODE ETIK)


“Analisis Kasus Iklan yang Melanggar Kode Etik”

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan










Disusun oleh :

Neneng Meiyani
143402257





PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI   
UNIVERSITAS SILIWANGI
 TASIKMALAYA
2017

TUGAS ETIKA BISNIS (ANALISIS ETIKA PEKERJA)


ANALISIS KASUS ETIKA PEKERJA

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

TUGAS

 







Disusun Oleh :
Neneng Meiyani
143402257



FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2017




KASUS I
 YULIA JUMIATI
Yulia Jumiati usianya 40 tahun, baru 5 bulan bekerja sebagai kepala bagian pemasaran pada PT Dingin Betul yang berkecimpung di bidang sistem pendingin seperti Lemari Es dan Freezer untuk Restoran dan Supermarket. Ia pindah kerja ke perusahaan PT Jangan Sampai Busuk, suatu perusahaan baru yang bergerak dalam bidang yang sama dan karena itu menjadi konkuren langsung bagi PT Dingin Betul. Di situ juga Yulia menjabat kepala bagian Pemasaran.Yulia yakin bahwa produk PT Jangan Sampai Busuk lebih unggul. Hari terakhir dia bekerja pada perusahaan lama, ia membuat fotocopy dari daftar pelanggan PT Dingin Betul yang memuat informasi tentang alat yang pernah dibeli dan tahun berapa harus  diganti dan sebagainya. Dalam hal ini dia berfikir tidak mencuri, karena daftar asli tetap dibiarkan di tempatnya. Dalam job yang baru, ia secara sistematis menghubungi semua pelanggan pada daftar itu dan menjelaskan keunggulan produk PT Jangan Sampai Busuk. Ternyata ia bisa menjual banyak unit sistem pendingin dan dianggap seorang marketer yang profesional, sehingga gajinya naik terus.
1.        Etiskah apa yang dilakukan Yulia Jumiati ? Jelaskan
2.        Bila akhirnya Pihak PT Jangan Sampai Busuk mengetahui tindakan Yulia , apa yang harus dilakukan pimpinan PT Jangan Sampai Busuk ? Jelaskan


ANALISIS KASUS I
1.        Menurut kelompok kami, Dalam kasus ini Yulia Jumiati diperbolehkan untuk menghubungi para pelanggan yang ia ketahui dan menjelaskan keunggulan dari PT. Jangan Sampai busuk, karena hal ini merupakan strategi perusahaan untuk mendapatkan pelanggan . Namun cara  yang dilakukan Yulia Jumiati dalam mendapatkan pelanggannya tidak etis. Ia membuat fotocopy dari daftar pelanggan PT Dingin Betul yang memuat informasi tentang alat yang pernah dibeli dan tahun berapa harus  diganti dan sebagainya.
Setelah kita ketahui kewajiban karyawan terhadap perusahaan dibagi menjadi tiga kewajiban, kewajiban ketaatan, kewajiban konfidensialitas, dan kewajiban loyalitas.
Kewajiban adalah suatu beban atau tanggungan yang bersifat kontraktual. Dengan kata lain kewajiban adalah suatu yang sepatutnya diberikan. Seorang filosof berpendapat bahwa selalu ada hubungan timbal balik antara hak dan kewajiban. Pandangan yang disebut “teori korelasi” itu mengatakan bahwa setiap kewajiban seseorang  berkaitan dengan hak orang lain dan sebaliknya setiap hak seseorang berkaitan dengan kewajiban orang lain untuk memenuhi hak tersebut.
A.           Kewajiban Ketaatan
Karyawan wajib mentaati aturan dan perintah yang ditetapkan oleh perusahaan., tetapi karyawan tidak harus mematuhi semua perintah yang diberikan oleh atasannya. Perintah-perintah pengecualian tersebut antara lain seperti etika atasan menyuruh karyawan tersebut untuk melakukan hal yang tidak bermoral, perintah yang tidak wajar misalnya mengerjakan tugas pribadi atasannya, Karyawan juga tidak perlu mematuhi perintah yang memang demi kepentingan perusahaan, tetapi tidak sesuai dengan penugasan atau job desk..

B.            Kewajiban Konfidensialitas
Kewajiban ini adalah kewajiban untuk menyimpan informasi yang bersifat konfidensial atau rahasia yang telah diperoleh dengan menjalankan suatu profesi.
Kewajiban ini tidak hanya berlaku selama karyawan bekerja di perusahaan tetapi berlangsung terus setelah ia pindah kerja. Kewajiban ini menjadi lebih aktual ketika karyawan tersebut pindah kerja di perusahaan baru yang bergerak di bidang yang sama.
C.            Kewajiban Loyalitas
Merupakan suatu konsekwensi seorang karyawan dalam  mendukung tujuan perusahaan dan merealisasikannya, serta menghindari segala sesuatu yang bertentangan dengan tujuan perusahaan. Faktor utama yang dapat membahayakan terwujudnya loyalitas adalah konflik kepentingan ( conflict of interest )
Dalam hal ini, tindakan yang dilakukan Yulia Jumiati melanggar kewajiban karyawan terhadap perusahan yaitu Kewajiban Konfidensialitas.
Kewajiban ini adalah kewajiban untuk menyimpan informasi yang bersifat konfidensial atau rahasia yang telah diperoleh dengan menjalankan suatu profesi. Kewajiban memegang rahasia tidak hanya berlaku selama karyawan bekerja di perusahaan tetapi berlangsung terus setelah ia pindah kerja. Ketika keluar (resign) informasi yang bersifat rahasia tidak boleh dibawa kecuali keterampilan yang diperoleh saat bekerja. Kewajiban ini menjadi lebih aktual ketika karyawan tersebut pindah kerja di perusahaan baru yang bergerak di bidang yang sama.
Konfidensialitas berasal dari kata Latin confidere yang berarti mempercayai. Dalam konteks perusahaan konfidensialitas memegang peranan penting. Karena seseorang bekerja pada suatu perusahaan, bisa saja ia mempunyai akses kepada informasi rahasia. Sehingga tidak perlu dipertanyakan lagi mengapa karyawan harus menyimpan rahasia perusahaan karena alasan etika mendasari kewajiban ini yaitu bahwa perusahaan menjadi pemilik informasi rahasia itu. Membuka rahasia itu berarti sama saja dengan mencuri. Milik tidak terbatas pada barang fisik saja, tetapi meliputi juga ide, pikiran, atau temuan seseorang. Dengan kata lain, disamping milik fisik terdapat juga milik intelektual. Jadi, dasar untuk kewajiban konfidensialitas dari karyawan adalah intellectual property rights (misalnya ide, fikiran atau penemuan) dan Trade Secrets (rahasia perusahaan misalnya : formula produk)
Intellectual property right atau hak kekayaan intelektual (HKI) adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Klasifikasi HKI secara umum terbagi dalam dua kategori, yaitu :
1)      Hak cipta
2)      Hak kekayaan industri, yang meliputi :
a.       Hak paten
b.      Hak merek
c.       Hak desain industri
d.      Hak desain tata letak sirkuit terpadu
e.       Hak rahasia dagang
f.       Hak indikasi
Dalam kasus ini berhubungan dengan Trade Secrets atau rahasia dagang. Rahasia dagang adalah suatu informasi yang tidak diketahui oleh umum dibidang teknologi dan atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dijaga kerahasiaanya oleh pemilik rahasia dagang (Pasal 1 UU No. 30 Tahun 2000).


Lingkup Rahasia dagang
a.    Meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.
b.    Informasi bersifat rahasia, mempunyai nilai ekonomi, dan dijaga kerahasiaannya melalui upaya sebagaimana mestinya.
c.    Hanya diketahui oleh pihak tertentu atau tidak diketahui secara umum oleh masyarakat.
d.   Memiliki nilai ekonomi apabila sifat kerahasiaan informasi tersebut digunakan utuk menjalankan kegiatan atau dapat meningkatkan keuntungan ekonomi.
e.    Dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para pihak yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak atau patut.
Dalam informasi penjualan dan pemasaran yang disebutkan “rahasia” diantaranya peramalan penjualan, informasi tentang pesaing, informasi yang berhubungan dengan pelanggan, daftar pelanggan, kebutuhan pelanggan, perilaku pembelian, know-how berkaitan dengan kebuthan konsumen, hasil studi dan laporan-laporan penjualan dan pemasaran. Disini terlihat jelas pelanggaran Yulia Jumiati yaitu ia membuat fotocopy dari daftar pelanggan PT Dingin Betul yang memuat informasi tentang alat yang pernah dibeli dan tahun berapa harus  diganti dan sebagainya. Dalam job yang baru, ia secara sistematis menghubungi semua pelanggan pada daftar itu dan menjelaskan keunggulan produk PT Jangan Sampai Busuk. Ternyata ia bisa menjual banyak unit sistem pendingin dan dianggap seorang marketer yang profesional, sehingga gajinya naik terus.



2.        Yang dilakukan pimpinan PT Jangan Sampai Busuk ketika mengetahui tindakan Yulia.Jumiati.
Berdasarkan tindakan yang dilakukan Yulia Jumiati yaitu Ia membuat fotocopy dari daftar pelanggan PT Dingin Betul dan dipergunakan untuk pekerjaan di PT. Jangan Sampai busuk. PT. Jangan Sampai busuk akan berasumsi bahwa Yulia Jumiati berkemungkinan akan melakukan hal yang sama terhadap PT. Jangan Sampai busuk untuk membocorkan rahasia perusahan. Kemungkinan lain yang akan terjadi yaitu penggugatan dari PT. Dingin betul. Namun PT. Jangan Sampai busuk tidak boleh langsung memecat atau melaporkan tindakan pelanggaran etika ini, karena dalam kasus ini dia berfikir tidak mencuri, karena daftar asli tetap dibiarkan di tempatnya. Pihak perusahaan harus menyelidiki, mengkaji dan menindak lanjuti apakah hal ini mengandung unsur kesengajaan atau tidak disengaja. Setelah pengkajian dan pencarian bukti selesai maka PT. Jangan sampai busuk dapat memutuskan kebijakannya.
Jika mengandung unsur ketidak sengajaan maka pihak perusahaan tidak akan memecat atau melaporkan ke pengadilan alangkah baiknya pihak perusahaan memberikan edukasi, pelatihan, serta pemahaman segala hal yang berkaitan etika bisnis yang didalamnya ada mengenai etika pekerja supaya tidak menimbulkan kesalahan pemahaman sehingga penyimpangan tidak terjadi. Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh.
Tidak bisa dipungkiri, tindakan yang tidak etis yang dilakukan oleh perusahaan (tindakan yang dilakukan perusahaan/pimpinan/karyawan) akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi dan lain sebagainya. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika bisnis, pada umumnya termasuk perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yang tidak etis.
Perlu dipahami, karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan harus semaksimal mungkin harus mempertahankan karyawannya. Untuk memudahkan penerapan etika perusahaan dalam kegiatan sehari-hari maka nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis harus dituangkan kedalam manajemen korporasi yakni dengan cara, misalnya, menuangkan etika bisnis dalam suatu kode etik (code of conduct), memperkuat sistem pengawasan, atau menyelenggarakan pelatihan untuk karyawan secara continu.
Jika mengandung unsur kesengajaan, pihak PT. Jangan sampai busuk dapat memberikan kesempatan bekerja dengan syarat tertentu, memindahkan posisinya, menurunkan jabatannya, menurunkan pendapatannya, pemecatan / pemutusan hubungan kerja bahkan melaporkannya ke pengadilan karena tindakan Yulia Jumiati merupakan pencurian rahasia perusahaan. Menurut UU Republik Indonesia nomor 13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan, pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat. Jika Yulia Jumiati melakukan kesengajaan maka ia perusahaan dapat melakukan pemberhentian hubungan kerja karena sesuai UU no.13 pasal 158 (1) poin i yaitu membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara.

 Menurut UU no 13 pasal 158 (2) kesalahan berat sebagaimana dalam ayat (1) harus didukung dengan bukti sebagai berikut :
a.    Pekerja/buruh tertangkap tangan
b.    Ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan atau
c.    Bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
Jika hasil penyelidikan Yulia Jumiati dinyatakan sengaja membocorkan rahasia perusahaan maka terjerat pelanggaran UU no.30 tahun 2000 tentang rahasia dagang. Pelanggaran rahasia dagang dilakukan pekerja tidak lagi bekerja perusahaan tersebut dan ia masih harus menjaga rahasia dagang tersebut  tercantum dalam Pasal 323 ayat (1) menyatakan bagi orang yang dengan sengaja memberitahukan hal-hal khusus tentang suatu perusahaan dagang, kerajinan, atau pertanian, dimana ia bekerja, yang seharusnya dirahasiakan, diancam pidana penjara paling lama 9 bulan atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
Dalam hal ini Yulia Jumiati tidak memiliki hak untuk membocorkan rahasia perusahaan karena hal ini tercantum dalam Undang-Undang, dan terikat perjanjian kerja dimana seorang karyawan berkewajiban dalam hal konfidensialitas. PT Dingin betul juga berhak menuntut secara pidana jika memang Yulia Jumiati terbukti melakukan tindak pidana.

  

KASUS II
KERETA API (SISTEM TRANSPORTASI BAWAH TANAH )
Di suatu kota besar di daerah rawan gempa, dibangun sistem Kereta Api (KA) bawah tanah. Dalam kontrak antara pemerintah setempat dan perusahaan kontruksi yg membangun sistem ini telah ditetapkan bahwa seluruh jaringan terowongan harus tahan gempa bumi sampai kekuatan 9 pada skala Richter. Insinyur A dan B bertugas memastikan pelaksanaan ketentuan ini dengan mengadakan pengukuran setiap kali satu kilometer trayeknya selesai.
Sesudah beberapa waktu, insinyur A dan B mendapatkan bahwa beberapa bagian terowongan yg telah dibangun tidak memenuhi norma yg ditetapkan. Mereka melapor kepada Insinyur Kepala, tetapi atasan langsung ini menyuruh mereka merahasiakan data-data tersebut dan tidak menanyakan lebih lanjut. Sesudah menunggu beberapa bulan, insinyur A dan B merasa curiga, karena masalah mereka tidak ditindaklanjuti. Mereka memberitahukan seorang anggota Direksi. Lalu diadakan rapat Dewan Direksi sehingga berlangsung diskusi seru. Pada kesempatan tersebut Insinyur Kepala minta kepada Dewan direksi agar data-data yang memberatkan itu dirahasiakan saja dengan argumentasi :
1.        Penyimpangan dari norma tidak terlalu besar, sehingga tidak ada bahaya nyata bagi publik    yg akan menggunakan jasa KA dibawah tanah nanti.
2.        Perusahaan tidak bisa memperkuat terowongan-terowongan yg rawan karena biaya akan     menjadi terlalu tinggi dan jadwal waktu tidak mengizinkan lagi.
3.        Mengakui kesalahan akan mengakibatkan si pemesan merasa curiga terhadap kualitas pekerjaan seluruh proyek.
Dalam rapat yang sama Insinyur Kepala memberi kesan lagi bahwa insinyur A dan B berambisi untuk menjadi Insinyur Kepala dan bahwa ambisi mereka ini merupakan latar belakang bagi seluruh kesulitan yang mereka timbulkan . Lebih jauh ia menjamin bahwa tim Insinyur dari pemerintah yang akan melakukan beberapa test pada fase terakhir penyelesaian proyek, hanya akan memeriksa bagian-bagian terowongan yang safe.
Sesudah diskusi panjang lebar, Dewan Direksi memihak kepada pandangan Insinyur Kepala. Mendengar hal tersebut insinyur B marah besar, tetapi ia diam saja, karena takut akan kehilangan pekerjaan. Insinyur A juga tidak menyetujui keputusan direksi tersebut. Ia berpendapat bahwa kepentingan publik nanti dirugikan, karena keamanan terowongan itu tidak optimal. Ia menyalurkan semua data tentang masalah tersebut ke pers setempat. Setelah berita pertama muncul dalam surat kabar, Insinyur A langsung dipecat. Pemerintah kota tentu tidak tinggal diam, dan menuntut perusahaan kontruksi tersebut ke pengadilan.
1.        Etiskah apa yang dilakukan Insinyur A ?
2.        Siapakah yang harus bertanggung jawab atas masalah yang terjadi pada proyek tersebut ?     



ANALISIS KASUS II
1.        Berdasarkan diskusi kelompok kami, kami memiliki pendapat/opini/argumen bahwa yang dilakukan Insinyur A Etis. Pelaporan ini dibenarkan secara moral, dan  memenuhi syarat whistle blowing.
Whistle blowing adalah masalah etis yang tidak enak untuk semua pihak yang bersangkutan. Untuk perusahaan ataupun pelaku bisnis, whistle blowing akan membawakan banyak kerugian secara materil maupun moril. Mulai dari turunnya pamor perusahaan terhadap produknya, hingga menurunnya keuntungan yang didapatkan akibat pelaporan ini. Untuk pelapor, whistle blowing adalah langkah yang diambil dengan berat hati karena resiko yang akan didapatkannya cukup besar. Dalam kode etik ini memuat ketentuan bahwa keamanan dan keselamatan masyarakat harus di tempatkan di atas segalanya.
Whistle Blowing Merupakan Tindakan yang dilakukan seorang atau beberapa karyawan untuk membocorkan kecurangan perusahaan kepada pihak lain. Dengan kata lain, whistle blowing sama halnya  dengan membuka rahasia perusahaan.
Terdapat sebuah pertanyaan etika dalam melakukan pelaporan kesalahan perusahan ini, “apakah whistle blowing ini boleh dilakukan karena pada prinsipnya bertentangan dengan kewajiban loyalitas karyawan terhadap perusahaannya?” Namun setelah didiskusikan lebih mendalam, jawabnya adalah boleh karena karyawan tidak hanya mempunyai kewajiban loyalitas kepada perusahaan tetapi ia juga mempunyai kewajiban kepada masyarakat umum apabila perusahaan tersebut melakukan kesalahan.
Pelaporan kesalahan perusahaan itu dinilai dengan cara yang sangat berbeda. Di satu pihak seorang whistle blower bisa dipuji sebagai pahlawan, karena ia menempatkan nilai-nilai moral yang benar dan luhur di atas kesejahteraan pribadi. Dilain pihak justru disebut sebagai penghianat, karena ia mengekspos kejelekan dari perusahaannya. Ia dianggap melanggar kewajiban loyalitas dengan sangat merugikan kepentingan perusahaan.
Dari sudut pandang etika jelas bertentangan dengan kewajiban loyalitas. Kalau memang diperbolehkan Whistle Blowing dapat dipandang sebagai pengecualian dalam bidang kewajiban loyalitas. Dasarnya adalah kewajiban lain yang lebih mendesak. Jadi, kadang-kadang mungkin ada kewajiban untuk melaporkan suatu kesalahan demi kepentingan orang banyak. Meskipun sulit sekali untuk memastikan kapan situasi seperti itu secara obyektif terealisasi. Pada kenyataannya hati nurani si pelapor harus memutuskan hal itu, setelah mempertimbangkan semua faktor terkait. Pelaporan bisa dibenarkan secara moral, bila memenuhi syarat berikut terpenuhi:
1)      Kesalahan perusahaan harus besar.
Kesalahan ini hanya dapat dilaporkan jika menyebabkan kerugian bagi pihak ketiga, terjadi pelanggaran hak-hak asasi manusia, dan kegiatan yang dilakukan perusahaan bertentangan dengan tujuan perusahaan.
2)      Pelaporan harus didukung oleh fakta yang jelas dan benar.
3)      Pelaporan harus dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya kerugian bagi pihak ketiga, bukan karena motif lain.
4)      Penyelesaian masalah secara internal harus dilakukan dulu, sebelum kesalahan perusahaan dibawa ke luar.
Jika karyawan merasa bertanggungjawab, ia harus berusaha dulu untuk menyelesaikan masalah di dalam perusahaan sendiri melalui jalur yang tepat. Hal ini juga sesuai dengan kewajiban loyalitasnya. Baru setelah upaya penyelesaian secara internal gagal, ia boleh memikirkan Whistle Blowing.

5)      Harus ada kemungkinan nyata bahwa pelaporan kesalahan akan mencatat sukses.
Jika sebelumnya orang tahu bahwa pelaporan kesalahan tidak akan menghasilkan apa-apa, misalnya tidak bisa mencegah terjadinya kerugian untuk pihak ketiga, lebih baik orang tersebut tidak melapor.
Ada dua macam pelaporan kesalahan perusahaan atau Whistle Blowing, secara internal dan eksternal. Dalam pelaporan internal, pelaporan kesalahan dilakukan di dalam perusahaan sendiri dengan melewati atasan langsung. Pada pelaporan eksternal, karyawan melaporkan kesalahan perusahaan kepada instansi pemerintah atau kepada masyarakat melalui media komunikasi.
Adanya Whistle Blowing selalu menunjukan bahwa perusahaan gagal dalam menjalankan kegiatannya sesuai dengan tuntutan etika. Asalkan perusahaan mempunyai kebijakan etika yang konsisten dan konsekuen, semua kesulitan sekitar pelaporan kesalahan tidak perlu terjadi.
Berdasarkan teori diatas yang diperoleh dari berbagai sumber dan kasus yang diberikan maka kami berpendapat :
Whistle blowing atau pelaporan kesalahan perusahaan yang dilakukan Insinyur A bernilai etis, dimana ia menyalurkan semua data tentang masalah tersebut ke pers setempat. Namun, pada akhirnya setelah berita pertama muncul dalam surat kabar ia langsung dipecat. Pelaporan ini dibenarkan secara moral, dan  memenuhi syarat whistle blowing.
Whistle Blowing yang dilakukan Insinyur A dibenarkan karena memenuhi syarat whistle Blowing itu sendiri.
1)    Kesalahan perusahaan harus besar.
Jika kesalahan perusahaan kecil saja, seperti membayar pajak kurang dari kewajiban, hak itu tidak pantas dilaporkan. Dalam kekaisaran Roma sudah dikenal pepatah De minimis non curat praetor, “ hakim tidak memperhatikan hal-hal yang remeh”. Selama kesalahan kecil saja, loyalitas terhadap perusahaan tetap harus diutamakan. Tetapi kapan kesalahan perusahaan dianggap besar? Norman Bowie dan Ronald Duska menyebutkan tiga kemungkinan. 1) kesalahan perusahaan adalah besar jika menyebabkan kerugian yang tidak perlu untuk pihak ketiga (selain perusahaan dan si pelapor). 2) terjadi pelanggaran hak-hak asasi manusia. 3) bertentangan dengan tujuan perusahan. Berdasarkan norman bowie kasus ini memenuhi persyaratan poin 1, sedangkan poin 2 dan 3 secara jelas tidak terpenuhi. Masalah ini bukanlah (secara langsung) pelanggaran hak asasi manusia dan perusahaan konstruksi tidak melakukan kegiatan yang bertentangan dengan tujuannya, melainkan menyebabkan kerugian kepada pihak ketiga. Insinyur A dan B secara tegas tidak menyetujui bahwa konstruksi terowongan tidak memenuhi ketentuan dalam kontrak. Ketentuannya adalah bahwa semua terowongan harus tahan gempa sampai kekuatan 9 pada skala Richter. Norma ini dipilih, supaya sistem transportasi ini nanti betul-betul aman. Jika kita mendengar para ahli geologi, gempa berkekuatan 9 pada skala Richter belum pernah dicatat. Gempa terbesar yang sempat dicatat yaitu 8,6 skala Richter. Dalam kasus ini, kami tidak mendengar berapa persisnya penyimpangan dari norma ini. Pada saat rapat dewan direksi, insinyur kepala menegaskan bahwa penyimpangan itu tidak terlalu besar. Namun demikian, ia tidak ingin tim inspeksi dari pemerintah mencek terowongan yang tidak memenuhi norma. Ia ternyata ingin menyembunyikan kesalahan perusahaan. Padahal, setiap ketentuan dalam kontrak harus terpenuhi. Pendapat insinyur A memang benar. Publik akan memakai fasilitas transportasi ini dan berhak atas keaman optimal, sesuai dengan ketentuan kontrak. Jika kita mempertimbangkan semua faktor ini, perlu kita simpulkan bahwa disini memang terjadi kerugian yang tidak perlu untuk publik dikota tersebut.
Dalam hal ini perusahaan melakukan Penyimpangan dari norma skala  besar, sehingga ada bahaya nyata bagi publik yang akan menggunakan jasa KA dibawah tanah nanti. Dapat diketahui pembangunan sistem Kereta Api (KA) bawah tanah dilakukan di suatu kota besar di daerah rawan gempa.
2)    Pelaporan harus didukung oleh fakta yang jelas dan benar.
Semua fakta tentang kesalahan harus jelas dan dimengerti oleh pelapor. Tidak boleh terjadi, orang yang melaporkan sesuatu yang secara faktual kurang jelas atau tidak dikuasai pelapor.
Sesuai dalam kontrak antara pemerintah setempat dan perusahaan kontruksi yg membangun Sistem Kereta Api (KA) bawah tanah telah ditetapkan bahwa seluruh jaringan terowongan harus tahan gempa bumi sampai kekuatan 9 pada skala Richter. Insinyur A dan B bertugas memastikan pelaksanaan ketentuan ini dengan mengadakan pengukuran setiap kali satu kilometer trayeknya selesai. Insinyur A dan B mendapatkan bahwa beberapa bagian terowongan yg telah dibangun tidak memenuhi norma yg ditetapkan.
Disini insinyur A dan B adalah orang yang sangat mengerti masalah, tidak ada orang yang tahu lebih baik daripada mereka.
3)   Pelaporan harus dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya kerugian bagi pihak ketiga, bukan karena motif lain.
Pihak yang dapat menanggung risiko atau kerugian adalah masyarakat umum atau orang banyak dimana keamanan sistem kereta api yang tidak optimum dapat membahayakan keselamatan dan kelangsungan hidup orang banyak. Tidak etis, bila orang melapor karena motif yang tidak murni, walaupun kesalahannya memang besar. Whistle blowing karena motif tisak murni sering terjadi. Misalnya, karyawan yang sudah memutuskan untuk menghentikan kontrak kerjanya dengan perusahaan karena kecewa mengenai pimpinan, pada saat ia pergi sebai balas dendam membuka  praktek kurang etis dari perusahaan, mendiskreditkan perusahaan atau mencari muka pada pemerintah. Perbuatan semacam ini bertolak belakang dengan loyalitas terhadap perusahan dan tidak diimbangu oleh kepentingan lebih besar.
Dalam kasus ini, saaat rapat dewan direksi insinyur kepala membuat kesan  insinyur A dan B berambisi untuk menjadi Insinyur Kepala dan ambisi mereka yang  melatarbelakangi Whistle blowing mereka. Tetapi rupanya alasan ini dibuat-buat dan hanya dipakai oleh insinyur kepala untuk membenarkan diri. Bagaimana mungkin, dua orang sekaligus mengincar jabatan yang sama? Dan lebih penting lagi, tidak masuk akal sama sekali, jika insinyur A bermaksud mendapatkan suatu jabatan melalui suatu perbuatan yang justru menyebabkan dia dipecat. Bahwa insinyur A bersedia untuk mengambil risiko akan kehilangan pekerjaannya, membuktikan dengan jelas kemurniaan motifnya.
4)   Penyelesaian masalah secara internal harus dilakukan dulu, sebelum kesalahan perusahaan dibawa ke luar.
Jika karyawan merasa bertanggung jawab, ia harus berusaha dahulu untuk menyelesaikan masalah disalam perusahan sendiri melalui jalur yang tepat. Hal itu juga sesuai dengan kewajiban loyalitasnya, baru setelah upaya penyelesaian secara internal gagal ia boleh memikirkan Whistle blowing.
Whistle Blowing secara internal yang dilakukan insinyur A dan B
Mereka melapor kepada Insinyur Kepala, tetapi atasan langsung ini menyuruh mereka merahasiakan data-data tersebut dan tidak menanyakan lebih lanjut. Sesudah menunggu beberapa bulan, insinyur A dan B merasa curiga, karena masalah mereka tidak ditindaklanjuti. Mereka memberitahukan seorang anggota Direksi. Lalu diadakan rapat Dewan Direksi sehingga berlangsung diskusi seru. Pada kesempatan tersebut Insinyur Kepala minta kepada Dewan direksi agar data-data yang memberatkan itu dirahasiakan saja dengan argumentasi :
a.    Penyimpangan dari norma tidak terlalu besar, sehingga tidak ada bahaya nyata bagi publik    yg akan menggunakan jasa KA dibawah tanah nanti.
b.    Perusahaan tidak bisa memperkuat terowongan-terowongan yg rawan karena biaya akan menjadi terlalu tinggi dan jadwal waktu tidak mengizinkan lagi.
c.    Mengakui kesalahan akan mengakibatkan si pemesan merasa curiga terhadap kualitas pekerjaan seluruh proyek.
Dalam rapat yang sama Insinyur Kepala memberi kesan lagi bahwa insinyur A dan B berambisi untuk menjadi Insinyur Kepala dan bahwa ambisi mereka ini merupakan latar belakang bagi seluruh kesulitan yang mereka timbulkan . Lebih jauh ia menjamin bahwa tim Insinyur dari pemerintah yang akan melakukan beberapa test pada fase terakhir penyelesaian proyek, hanya akan memeriksa bagian-bagian terowongan yang safe.
Sesudah diskusi panjang lebar, Dewan Direksi memihak kepada pandangan Insinyur Kepala. Mendengar hal tersebut insinyur B marah besar, tetapi ia diam saja, karena takut akan kehilangan pekerjaan. Insinyur A juga tidak menyetujui keputusan direksi tersebut.

Whistle Blowing secara eksternal yang dilakukan insinyur A
Insinyur A juga tidak menyetujui keputusan direksi tersebut. Ia berpendapat bahwa kepentingan publik nanti dirugikan, karena keamanan terowongan itu tidak optimal. Ia menyalurkan semua data tentang masalah tersebut ke pers setempat. Dari sudut pandang etika jelas bertentangan dengan kewajiban loyalitas.namun karyawan tidak hanya mempunyai kewajiban loyalitas kepada perusahaan tetapi  juga mempunyai kewajiban kepada masyarakat umum apabila perusahaan tersebut melakukan kesalahan.  Kalau memang diperbolehkan Whistle Blowing dapat dipandang sebagai pengecualian dalam bidang kewajiban loyalitas. Dasarnya adalah demi kepentingan orang banyak.


5)   Harus ada kemungkinan nyata bahwa pelaporan kesalahan akan mencatat sukses.
Jika sebelumnya orang tahu bahwa pelaporan kesalahan tidak akan menghasilkan apa-apa, lebih baik orang itu tidak melapor. Tentu saja, sebelum berlangsung tidak pernah ada kepastian bahwa pelapor akan mencapai sasaran-sasaran yaitu mencegah terjadinya kerugian untuk pihak ketiga. Tetapi kita bisa berusaha membaca situasi dahulu. Rupanya insinyur A karyawan baru yang belum lama mulai bekerja.
Namun dalam kasus ini prospek akan sukses rupanya cukup bagus, dengan adanya bukti dan fakta yang kuat insinyur A memiliki kemungkinan nyata bahwa pelaporan kesalahan atau whistle blowing akan mencatat sukses. Hal ini dibuktikan dengan Pemerintah kota tidak tinggal diam, dan menuntut perusahaan kontruksi tersebut ke pengadilan. Karena perkara itu tentang kontrak kerja yang cukup jelas, kemungkinan besar hakim akan memenangkan pemerintah kota itu dan sistem terowongan harus diperbaiki sesuai dengan ketentuan dalam kontrak.














2.        Pihak yang bertanggung jawab atas masalah proyek sistem kereta api.
Melihat dari kasus yang diberikan yang patut untuk bertanggung jawab adalah semua pihak yang terlibat dalam kasus perusahaan itu sendiri. karena proyek ini dikelola dan dikerjakan oleh sejumlah pihak. Namun jika dilihat dalam kasus ini yang dapat ditetapkan sebagai salah satu tersangka dugaan kasus proyek sistem kereta api ini adalah insinyur kepala karena konteks kasus lebih menonjol terhadap insinyur kepala. Didalam konteks kasus menyatakan bahwa Insinyur Kepala menyuruh insinyur A dan B merahasiakan data-data tersebut dan tidak menanyakan lebih lanjut. Selain itu Insinyur Kepala minta kepada Dewan direksi agar data-data yang memberatkan itu dirahasiakan saja dengan berbagai argumentasi. Insinyur Kepala juga memberi kesan bahwa insinyur A dan B berambisi untuk menjadi Insinyur Kepala dan bahwa ambisi mereka ini merupakan latar belakang bagi seluruh kesulitan yang mereka timbulkan . Lebih jauh ia menjamin bahwa tim Insinyur dari pemerintah yang akan melakukan beberapa test pada fase terakhir penyelesaian proyek, hanya akan memeriksa bagian-bagian terowongan yang safe, serta pemecatan yang ditujukan kepada Insinyur A. Dewan direksi juga terkait dalam hal ini karena menyetujui dan memihak kepada pandangan Insinyur Kepala yang nyatanya dan sangat jelas telah melanggar kontrak. Insinyur B tidak melakukan tindakan whistle blowing  seperti yang dilakukan insinyur A karena takut kehilangan pekerjaan padahal ia mengetahui fakta dan kebenaran, karena ketakutannya dia juga bisa terjerat pelanggaran kode etik pekerjaan/profesi dimana dia tidak menjalankan kode etik insinyur.
Namun yang berkemungkinan bertanggung jawab sangat lah banyak karena sebuah proyek itu sendiri berkaitan dengan sejumlah pihak. Yang  bermungkinan adalah pemilik perusahaannya, dewan komisaris, manajer keuangan, manajer sumber daya manusia, manajer pemasaran, manajer operasional, insinyur kepala, insinyur B, pihak inspeksi dari pemerintah, dan pihak lainnya. karena untuk selanjutnya yang berhak menetapkan siapa yang bertanggung jawab dan akan dicap sebagai tersangka yaitu pihak yang berwajib. Dalam penetapan ini pihak yang berwajib harus terlebih dahulu mencari bukti-bukti, melakukan pemeriksaan saksi-saksi. Siapapun yang terlibat, harus diproses secara hukum, penegak hukum harus dapat membuat jera para pelaku penyimpangan kasus sistem kereta api sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga menimbulkan efek jera dan tidak terulang dikemudian hari.
Dalam hal ini perusahaan telah melanggar beberapa ketentuan. Diantara nya :
A.    Melakukan wanprestasi dengan pemerintah mengenai kontrak.
B.     UU no.30 pasal 153 (1) pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan : poin H pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan. Pelanggaran perusahaan sistem kereta api yaitu memecat insinyur A.
C.     Dapat merugikan atau menimbulkan risiko terhadap khalayak banyak atau publik akan keselamatan hidupnya karena keamanan terowongan tidak optimal.
D.    Dan pelanggaran lain dapat dikaji berdasarkan undang-undang, peraturan pemerintah, dan sumber hukum lainya.