ANALISIS KASUS ETIKA PEKERJA
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu
Tugas Mata Kuliah
Etika Bisnis dan Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan
TUGAS
Disusun Oleh :
Neneng Meiyani
143402257
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
SILIWANGI
TASIKMALAYA
2017
KASUS I
YULIA JUMIATI
Yulia
Jumiati usianya 40 tahun, baru 5 bulan bekerja sebagai kepala bagian pemasaran
pada PT Dingin Betul yang berkecimpung di bidang sistem pendingin seperti Lemari
Es dan Freezer untuk Restoran dan Supermarket. Ia pindah kerja ke perusahaan PT Jangan Sampai Busuk, suatu
perusahaan baru yang bergerak dalam bidang yang sama dan karena itu menjadi
konkuren langsung bagi PT Dingin Betul.
Di situ juga Yulia menjabat kepala bagian Pemasaran.Yulia yakin bahwa produk PT Jangan Sampai Busuk lebih unggul.
Hari terakhir dia bekerja pada perusahaan lama, ia membuat fotocopy dari daftar pelanggan PT Dingin Betul yang memuat informasi tentang alat yang
pernah dibeli dan tahun berapa harus
diganti dan sebagainya. Dalam hal ini dia berfikir tidak mencuri, karena
daftar asli tetap dibiarkan di tempatnya. Dalam job yang baru, ia secara sistematis menghubungi semua
pelanggan pada daftar itu dan menjelaskan keunggulan produk PT Jangan Sampai
Busuk. Ternyata ia bisa menjual banyak unit sistem pendingin dan dianggap
seorang marketer yang profesional, sehingga gajinya naik terus.
1.
Etiskah apa yang
dilakukan Yulia Jumiati ? Jelaskan
2.
Bila akhirnya Pihak PT
Jangan Sampai Busuk mengetahui tindakan Yulia , apa yang harus dilakukan pimpinan PT Jangan Sampai Busuk ? Jelaskan
ANALISIS KASUS I
1.
Menurut kelompok
kami, Dalam kasus ini Yulia Jumiati diperbolehkan untuk menghubungi para
pelanggan yang ia ketahui dan menjelaskan keunggulan dari PT. Jangan Sampai
busuk, karena hal ini merupakan strategi perusahaan untuk mendapatkan pelanggan
. Namun cara yang dilakukan Yulia
Jumiati dalam mendapatkan pelanggannya tidak etis. Ia
membuat fotocopy dari daftar pelanggan PT Dingin Betul yang memuat informasi
tentang alat yang pernah dibeli dan tahun berapa harus diganti dan sebagainya.
Setelah kita ketahui kewajiban karyawan
terhadap perusahaan dibagi menjadi tiga kewajiban, kewajiban ketaatan,
kewajiban konfidensialitas, dan kewajiban loyalitas.
Kewajiban adalah suatu beban atau
tanggungan yang bersifat kontraktual. Dengan kata lain kewajiban adalah suatu
yang sepatutnya diberikan. Seorang filosof berpendapat bahwa selalu ada
hubungan timbal balik antara hak dan kewajiban. Pandangan yang disebut “teori
korelasi” itu mengatakan bahwa setiap kewajiban seseorang berkaitan dengan hak orang lain dan
sebaliknya setiap hak seseorang berkaitan dengan kewajiban orang lain untuk
memenuhi hak tersebut.
A.
Kewajiban Ketaatan
Karyawan wajib mentaati
aturan dan perintah yang ditetapkan oleh
perusahaan.,
tetapi karyawan tidak harus mematuhi semua perintah yang diberikan oleh
atasannya. Perintah-perintah pengecualian tersebut antara lain seperti etika
atasan menyuruh karyawan tersebut untuk melakukan hal yang tidak bermoral,
perintah yang tidak wajar misalnya mengerjakan tugas pribadi atasannya,
Karyawan juga tidak perlu mematuhi perintah yang memang demi kepentingan
perusahaan, tetapi tidak sesuai dengan penugasan atau job desk..
B.
Kewajiban
Konfidensialitas
Kewajiban
ini adalah kewajiban untuk menyimpan informasi yang bersifat konfidensial atau
rahasia yang telah diperoleh dengan menjalankan suatu profesi.
Kewajiban
ini tidak hanya berlaku selama karyawan bekerja di perusahaan tetapi
berlangsung terus setelah ia pindah kerja. Kewajiban ini menjadi lebih aktual
ketika karyawan tersebut pindah kerja di perusahaan baru yang bergerak di
bidang yang sama.
C.
Kewajiban Loyalitas
Merupakan
suatu konsekwensi seorang karyawan dalam
mendukung tujuan perusahaan dan merealisasikannya, serta menghindari
segala sesuatu yang bertentangan dengan tujuan perusahaan. Faktor utama yang dapat
membahayakan terwujudnya loyalitas adalah konflik kepentingan ( conflict of
interest )
Dalam hal ini, tindakan yang dilakukan
Yulia Jumiati melanggar kewajiban karyawan terhadap perusahan yaitu Kewajiban Konfidensialitas.
Kewajiban ini adalah kewajiban untuk
menyimpan informasi yang bersifat konfidensial atau rahasia yang telah
diperoleh dengan menjalankan suatu profesi. Kewajiban memegang rahasia tidak
hanya berlaku selama karyawan bekerja di perusahaan tetapi berlangsung terus
setelah ia pindah kerja. Ketika keluar (resign)
informasi yang bersifat rahasia tidak boleh dibawa kecuali keterampilan yang
diperoleh saat bekerja. Kewajiban ini menjadi lebih aktual ketika karyawan
tersebut pindah kerja di perusahaan baru yang bergerak di bidang yang sama.
Konfidensialitas berasal dari kata Latin
confidere yang berarti mempercayai.
Dalam konteks perusahaan konfidensialitas memegang peranan penting. Karena
seseorang bekerja pada suatu perusahaan, bisa saja ia mempunyai akses kepada
informasi rahasia. Sehingga tidak perlu dipertanyakan lagi mengapa karyawan
harus menyimpan rahasia perusahaan karena alasan etika mendasari kewajiban ini
yaitu bahwa perusahaan menjadi pemilik informasi rahasia itu. Membuka rahasia
itu berarti sama saja dengan mencuri. Milik tidak terbatas pada barang fisik
saja, tetapi meliputi juga ide, pikiran, atau temuan seseorang. Dengan kata
lain, disamping milik fisik terdapat juga milik intelektual. Jadi, dasar untuk
kewajiban konfidensialitas dari karyawan adalah intellectual property rights
(misalnya ide, fikiran atau penemuan)
dan Trade Secrets (rahasia
perusahaan misalnya : formula produk)
Intellectual
property right atau hak
kekayaan intelektual (HKI) adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil
dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HKI adalah
karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.
Klasifikasi HKI secara umum terbagi dalam dua kategori, yaitu :
1)
Hak cipta
2)
Hak kekayaan industri, yang meliputi :
a.
Hak paten
b.
Hak merek
c.
Hak desain industri
d.
Hak desain tata letak sirkuit terpadu
e.
Hak rahasia dagang
f.
Hak indikasi
Dalam kasus ini berhubungan dengan Trade Secrets atau rahasia dagang.
Rahasia dagang adalah suatu informasi yang tidak diketahui oleh umum dibidang
teknologi dan atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam
kegiatan usaha, dijaga kerahasiaanya oleh pemilik rahasia dagang (Pasal 1 UU
No. 30 Tahun 2000).
Lingkup
Rahasia dagang
a. Meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode
penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan atau bisnis yang
memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.
b. Informasi bersifat rahasia, mempunyai nilai ekonomi, dan
dijaga kerahasiaannya melalui upaya sebagaimana mestinya.
c. Hanya diketahui oleh pihak tertentu atau tidak diketahui
secara umum oleh masyarakat.
d. Memiliki nilai ekonomi apabila sifat kerahasiaan
informasi tersebut digunakan utuk menjalankan kegiatan atau dapat meningkatkan
keuntungan ekonomi.
e. Dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para pihak
yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak atau patut.
Dalam
informasi penjualan dan pemasaran yang disebutkan “rahasia” diantaranya
peramalan penjualan, informasi tentang pesaing, informasi yang berhubungan
dengan pelanggan, daftar pelanggan, kebutuhan pelanggan, perilaku pembelian,
know-how berkaitan dengan kebuthan konsumen, hasil studi dan laporan-laporan
penjualan dan pemasaran. Disini terlihat jelas pelanggaran Yulia Jumiati yaitu
ia membuat fotocopy dari daftar pelanggan PT Dingin Betul yang memuat informasi
tentang alat yang pernah dibeli dan tahun berapa harus diganti dan sebagainya. Dalam job yang baru,
ia secara sistematis menghubungi semua pelanggan pada daftar itu dan
menjelaskan keunggulan produk PT Jangan Sampai Busuk. Ternyata ia bisa menjual
banyak unit sistem pendingin dan dianggap seorang marketer yang profesional,
sehingga gajinya naik terus.
2.
Yang dilakukan
pimpinan PT Jangan Sampai Busuk ketika mengetahui
tindakan Yulia.Jumiati.
Berdasarkan tindakan yang dilakukan Yulia Jumiati yaitu Ia
membuat fotocopy dari daftar pelanggan PT Dingin Betul dan dipergunakan untuk pekerjaan di PT. Jangan Sampai
busuk. PT. Jangan Sampai busuk akan berasumsi bahwa Yulia Jumiati
berkemungkinan akan melakukan hal yang sama terhadap PT. Jangan Sampai busuk
untuk membocorkan rahasia perusahan. Kemungkinan lain yang akan terjadi yaitu
penggugatan dari PT. Dingin betul. Namun PT. Jangan Sampai busuk tidak boleh
langsung memecat atau melaporkan tindakan pelanggaran etika ini, karena dalam
kasus ini dia berfikir tidak mencuri, karena
daftar asli tetap dibiarkan di tempatnya.
Pihak perusahaan harus menyelidiki, mengkaji dan menindak lanjuti apakah hal
ini mengandung unsur kesengajaan atau tidak disengaja. Setelah pengkajian dan
pencarian bukti selesai maka PT. Jangan sampai busuk dapat memutuskan
kebijakannya.
Jika mengandung unsur ketidak sengajaan maka pihak perusahaan tidak akan memecat
atau melaporkan ke pengadilan alangkah baiknya pihak perusahaan memberikan
edukasi, pelatihan, serta pemahaman segala hal yang berkaitan etika bisnis yang
didalamnya ada mengenai etika pekerja supaya tidak menimbulkan kesalahan
pemahaman sehingga penyimpangan tidak terjadi. Etika bisnis dalam perusahaan
memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang
kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan
nilai (value-creation) yang tinggi,
diperlukan suatu landasan yang kokoh.
Tidak bisa dipungkiri, tindakan yang
tidak etis yang dilakukan oleh perusahaan (tindakan yang dilakukan
perusahaan/pimpinan/karyawan) akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan
masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan
pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi dan lain sebagainya. Hal ini
akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan
perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika bisnis, pada umumnya
termasuk perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula,
terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yang tidak etis.
Perlu dipahami, karyawan yang berkualitas
adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan
harus semaksimal mungkin harus mempertahankan karyawannya. Untuk memudahkan
penerapan etika perusahaan dalam kegiatan sehari-hari maka nilai-nilai yang
terkandung dalam etika bisnis harus dituangkan kedalam manajemen korporasi
yakni dengan cara, misalnya, menuangkan etika bisnis dalam suatu kode etik (code of conduct), memperkuat sistem
pengawasan, atau menyelenggarakan pelatihan untuk karyawan secara continu.
Jika mengandung unsur kesengajaan, pihak PT. Jangan sampai busuk dapat memberikan
kesempatan bekerja dengan syarat tertentu, memindahkan posisinya, menurunkan
jabatannya, menurunkan pendapatannya, pemecatan / pemutusan hubungan kerja
bahkan melaporkannya ke pengadilan karena tindakan Yulia Jumiati merupakan
pencurian rahasia perusahaan. Menurut UU Republik Indonesia nomor 13 tahun 2003
tentang ketenaga kerjaan, pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat. Jika
Yulia Jumiati melakukan kesengajaan maka ia perusahaan dapat melakukan
pemberhentian hubungan kerja karena sesuai UU no.13 pasal 158 (1) poin i yaitu
membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan
kecuali untuk kepentingan negara.
a. Pekerja/buruh tertangkap tangan
b. Ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan atau
c. Bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak
berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya
2 (dua) orang saksi.
Jika hasil penyelidikan Yulia Jumiati
dinyatakan sengaja membocorkan rahasia perusahaan maka terjerat pelanggaran UU
no.30 tahun 2000 tentang rahasia dagang. Pelanggaran rahasia dagang dilakukan
pekerja tidak lagi bekerja perusahaan tersebut dan ia masih harus menjaga rahasia
dagang tersebut tercantum dalam Pasal
323 ayat (1) menyatakan bagi orang yang dengan sengaja memberitahukan hal-hal
khusus tentang suatu perusahaan dagang, kerajinan, atau pertanian, dimana ia
bekerja, yang seharusnya dirahasiakan, diancam pidana penjara paling lama 9
bulan atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
Dalam hal ini Yulia Jumiati tidak
memiliki hak untuk membocorkan rahasia perusahaan karena hal ini tercantum
dalam Undang-Undang, dan terikat perjanjian kerja dimana seorang karyawan
berkewajiban dalam hal konfidensialitas. PT Dingin betul juga berhak menuntut
secara pidana jika memang Yulia Jumiati terbukti melakukan tindak pidana.
KASUS II
KERETA API (SISTEM TRANSPORTASI
BAWAH TANAH )
Di suatu kota besar di
daerah rawan gempa, dibangun sistem Kereta Api (KA) bawah tanah. Dalam kontrak
antara pemerintah setempat dan perusahaan kontruksi yg membangun sistem ini
telah ditetapkan bahwa seluruh jaringan terowongan harus tahan gempa bumi
sampai kekuatan 9 pada skala Richter. Insinyur A dan B bertugas memastikan
pelaksanaan ketentuan ini dengan mengadakan pengukuran setiap kali satu
kilometer trayeknya selesai.
Sesudah beberapa waktu,
insinyur A dan B mendapatkan bahwa beberapa bagian terowongan yg telah dibangun
tidak memenuhi norma yg ditetapkan. Mereka melapor kepada Insinyur Kepala,
tetapi atasan langsung ini menyuruh mereka merahasiakan data-data tersebut dan
tidak menanyakan lebih lanjut. Sesudah menunggu beberapa bulan, insinyur A dan
B merasa curiga, karena masalah mereka tidak ditindaklanjuti. Mereka
memberitahukan seorang anggota Direksi. Lalu diadakan rapat Dewan Direksi
sehingga berlangsung diskusi seru. Pada kesempatan tersebut Insinyur Kepala minta kepada Dewan direksi
agar data-data yang memberatkan itu dirahasiakan saja dengan argumentasi :
1.
Penyimpangan dari norma
tidak terlalu besar, sehingga tidak ada bahaya nyata bagi publik yg akan menggunakan jasa KA dibawah tanah
nanti.
2.
Perusahaan tidak
bisa memperkuat terowongan-terowongan yg rawan karena biaya akan menjadi terlalu tinggi dan jadwal waktu
tidak mengizinkan lagi.
3.
Mengakui kesalahan
akan mengakibatkan si pemesan merasa curiga terhadap kualitas pekerjaan seluruh
proyek.
Dalam rapat yang sama
Insinyur Kepala memberi kesan lagi bahwa insinyur A dan B berambisi untuk
menjadi Insinyur Kepala dan bahwa ambisi mereka ini merupakan latar belakang
bagi seluruh kesulitan yang mereka timbulkan . Lebih jauh ia menjamin bahwa tim
Insinyur dari pemerintah yang akan melakukan beberapa test pada fase terakhir
penyelesaian proyek, hanya akan memeriksa bagian-bagian terowongan yang safe.
Sesudah diskusi panjang lebar, Dewan
Direksi memihak kepada pandangan Insinyur Kepala. Mendengar hal tersebut
insinyur B marah besar, tetapi ia diam saja, karena takut akan kehilangan
pekerjaan. Insinyur A juga tidak menyetujui keputusan direksi tersebut. Ia
berpendapat bahwa kepentingan publik nanti dirugikan, karena keamanan
terowongan itu tidak optimal. Ia menyalurkan semua data tentang masalah
tersebut ke pers setempat. Setelah berita pertama muncul dalam surat kabar,
Insinyur A langsung dipecat. Pemerintah kota tentu tidak tinggal diam, dan
menuntut perusahaan kontruksi tersebut ke pengadilan.
1.
Etiskah apa yang
dilakukan Insinyur A ?
2.
Siapakah yang harus
bertanggung jawab atas masalah yang terjadi pada proyek tersebut ?
ANALISIS
KASUS II
1.
Berdasarkan diskusi
kelompok kami, kami memiliki pendapat/opini/argumen bahwa yang dilakukan
Insinyur A Etis. Pelaporan ini dibenarkan secara
moral, dan memenuhi syarat whistle
blowing.
Whistle
blowing adalah masalah etis yang tidak enak untuk semua
pihak yang bersangkutan. Untuk perusahaan ataupun pelaku bisnis, whistle blowing akan membawakan banyak
kerugian secara materil maupun moril. Mulai dari turunnya pamor perusahaan
terhadap produknya, hingga menurunnya keuntungan yang didapatkan akibat
pelaporan ini. Untuk pelapor, whistle
blowing adalah langkah yang diambil dengan berat hati karena resiko yang akan
didapatkannya cukup besar. Dalam kode etik ini memuat ketentuan bahwa keamanan
dan keselamatan masyarakat harus di tempatkan di atas segalanya.
Whistle
Blowing Merupakan Tindakan yang dilakukan seorang atau
beberapa karyawan untuk membocorkan kecurangan perusahaan kepada pihak lain.
Dengan kata lain, whistle blowing
sama halnya dengan membuka rahasia
perusahaan.
Terdapat sebuah pertanyaan etika dalam
melakukan pelaporan kesalahan perusahan ini, “apakah whistle blowing ini boleh dilakukan karena pada prinsipnya
bertentangan dengan kewajiban loyalitas karyawan terhadap perusahaannya?” Namun
setelah didiskusikan lebih mendalam, jawabnya adalah boleh karena karyawan
tidak hanya mempunyai kewajiban loyalitas kepada perusahaan tetapi ia juga
mempunyai kewajiban kepada masyarakat umum apabila perusahaan tersebut
melakukan kesalahan.
Pelaporan kesalahan perusahaan itu
dinilai dengan cara yang sangat berbeda. Di satu pihak seorang whistle blower bisa dipuji sebagai
pahlawan, karena ia menempatkan nilai-nilai moral yang benar dan luhur di atas
kesejahteraan pribadi. Dilain pihak justru disebut sebagai penghianat, karena
ia mengekspos kejelekan dari perusahaannya. Ia dianggap melanggar kewajiban
loyalitas dengan sangat merugikan kepentingan perusahaan.
Dari sudut pandang etika jelas
bertentangan dengan kewajiban loyalitas. Kalau memang diperbolehkan Whistle
Blowing dapat dipandang sebagai pengecualian dalam bidang kewajiban
loyalitas. Dasarnya adalah kewajiban lain yang lebih mendesak. Jadi,
kadang-kadang mungkin ada kewajiban untuk melaporkan suatu kesalahan demi
kepentingan orang banyak. Meskipun sulit sekali untuk memastikan kapan situasi
seperti itu secara obyektif terealisasi. Pada kenyataannya hati nurani si
pelapor harus memutuskan hal itu, setelah mempertimbangkan semua faktor
terkait. Pelaporan bisa dibenarkan secara moral, bila memenuhi syarat berikut
terpenuhi:
1) Kesalahan
perusahaan harus besar.
Kesalahan
ini hanya dapat dilaporkan jika menyebabkan kerugian bagi pihak ketiga, terjadi
pelanggaran hak-hak asasi manusia, dan kegiatan yang dilakukan perusahaan
bertentangan dengan tujuan perusahaan.
2) Pelaporan
harus didukung oleh fakta yang jelas dan benar.
3) Pelaporan
harus dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya kerugian bagi pihak
ketiga, bukan karena motif lain.
4) Penyelesaian
masalah secara internal harus dilakukan dulu, sebelum kesalahan perusahaan
dibawa ke luar.
Jika
karyawan merasa bertanggungjawab, ia harus berusaha dulu untuk menyelesaikan
masalah di dalam perusahaan sendiri melalui jalur yang tepat. Hal ini juga
sesuai dengan kewajiban loyalitasnya. Baru setelah upaya penyelesaian secara
internal gagal, ia boleh memikirkan Whistle
Blowing.
5) Harus
ada kemungkinan nyata bahwa pelaporan kesalahan akan mencatat sukses.
Jika sebelumnya orang tahu bahwa
pelaporan kesalahan tidak akan menghasilkan apa-apa, misalnya tidak bisa
mencegah terjadinya kerugian untuk pihak ketiga, lebih baik orang tersebut
tidak melapor.
Ada dua macam pelaporan kesalahan
perusahaan atau Whistle Blowing,
secara internal dan eksternal. Dalam pelaporan internal, pelaporan kesalahan
dilakukan di dalam perusahaan sendiri dengan melewati atasan langsung. Pada
pelaporan eksternal, karyawan melaporkan kesalahan perusahaan kepada instansi
pemerintah atau kepada masyarakat melalui media komunikasi.
Adanya Whistle Blowing selalu menunjukan bahwa perusahaan gagal dalam
menjalankan kegiatannya sesuai dengan tuntutan etika. Asalkan perusahaan
mempunyai kebijakan etika yang konsisten dan konsekuen, semua kesulitan sekitar
pelaporan kesalahan tidak perlu terjadi.
Berdasarkan
teori diatas yang diperoleh dari berbagai sumber dan kasus yang diberikan maka
kami berpendapat :
Whistle blowing atau pelaporan kesalahan perusahaan
yang dilakukan Insinyur A bernilai etis, dimana ia menyalurkan semua data
tentang masalah tersebut ke pers setempat. Namun, pada akhirnya setelah berita
pertama muncul dalam surat kabar ia langsung dipecat. Pelaporan ini dibenarkan
secara moral, dan memenuhi syarat whistle
blowing.
Whistle Blowing yang dilakukan Insinyur A dibenarkan
karena memenuhi syarat whistle Blowing itu sendiri.
1) Kesalahan
perusahaan harus besar.
Jika kesalahan perusahaan kecil
saja, seperti membayar pajak kurang dari kewajiban, hak itu tidak pantas
dilaporkan. Dalam kekaisaran Roma sudah dikenal pepatah De minimis non curat praetor, “ hakim tidak memperhatikan hal-hal
yang remeh”. Selama kesalahan kecil saja, loyalitas terhadap perusahaan tetap
harus diutamakan. Tetapi kapan kesalahan perusahaan dianggap besar? Norman
Bowie dan Ronald Duska menyebutkan tiga kemungkinan. 1) kesalahan perusahaan
adalah besar jika menyebabkan kerugian yang tidak perlu untuk pihak ketiga
(selain perusahaan dan si pelapor). 2) terjadi pelanggaran hak-hak asasi
manusia. 3) bertentangan dengan tujuan perusahan. Berdasarkan norman bowie
kasus ini memenuhi persyaratan poin 1, sedangkan poin 2 dan 3 secara jelas
tidak terpenuhi. Masalah ini bukanlah (secara langsung) pelanggaran hak asasi
manusia dan perusahaan konstruksi tidak melakukan kegiatan yang bertentangan
dengan tujuannya, melainkan menyebabkan kerugian kepada pihak ketiga. Insinyur
A dan B secara tegas tidak menyetujui bahwa konstruksi terowongan tidak
memenuhi ketentuan dalam kontrak. Ketentuannya adalah bahwa semua terowongan
harus tahan gempa sampai kekuatan 9 pada skala Richter. Norma ini dipilih,
supaya sistem transportasi ini nanti betul-betul aman. Jika kita mendengar para
ahli geologi, gempa berkekuatan 9 pada skala Richter belum pernah dicatat.
Gempa terbesar yang sempat dicatat yaitu 8,6 skala Richter. Dalam kasus ini,
kami tidak mendengar berapa persisnya penyimpangan dari norma ini. Pada saat
rapat dewan direksi, insinyur kepala menegaskan bahwa penyimpangan itu tidak
terlalu besar. Namun demikian, ia tidak ingin tim inspeksi dari pemerintah
mencek terowongan yang tidak memenuhi norma. Ia ternyata ingin menyembunyikan
kesalahan perusahaan. Padahal, setiap ketentuan dalam kontrak harus terpenuhi.
Pendapat insinyur A memang benar. Publik akan memakai fasilitas transportasi
ini dan berhak atas keaman optimal, sesuai dengan ketentuan kontrak. Jika kita
mempertimbangkan semua faktor ini, perlu kita simpulkan bahwa disini memang
terjadi kerugian yang tidak perlu untuk publik dikota tersebut.
Dalam hal ini perusahaan melakukan Penyimpangan dari
norma skala besar, sehingga ada bahaya
nyata bagi publik yang akan menggunakan jasa KA dibawah tanah nanti. Dapat
diketahui pembangunan sistem Kereta Api (KA) bawah tanah dilakukan di suatu
kota besar di daerah rawan gempa.
2) Pelaporan
harus didukung oleh fakta yang jelas dan benar.
Semua fakta tentang kesalahan harus
jelas dan dimengerti oleh pelapor. Tidak boleh terjadi, orang yang melaporkan
sesuatu yang secara faktual kurang jelas atau tidak dikuasai pelapor.
Sesuai dalam kontrak antara pemerintah setempat dan
perusahaan kontruksi yg membangun Sistem Kereta Api (KA) bawah tanah telah
ditetapkan bahwa seluruh jaringan terowongan harus tahan gempa bumi sampai
kekuatan 9 pada skala Richter. Insinyur A dan B bertugas memastikan pelaksanaan
ketentuan ini dengan mengadakan pengukuran setiap kali satu kilometer trayeknya
selesai. Insinyur A dan B mendapatkan bahwa beberapa bagian terowongan yg telah
dibangun tidak memenuhi norma yg ditetapkan.
Disini insinyur A dan B adalah
orang yang sangat mengerti masalah, tidak ada orang yang tahu lebih baik
daripada mereka.
3) Pelaporan
harus dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya kerugian bagi pihak
ketiga, bukan karena motif lain.
Pihak yang dapat menanggung risiko atau kerugian adalah
masyarakat umum atau orang banyak dimana keamanan sistem kereta api yang tidak
optimum dapat membahayakan keselamatan dan kelangsungan hidup orang banyak. Tidak
etis, bila orang melapor karena motif yang tidak murni, walaupun kesalahannya
memang besar. Whistle blowing karena
motif tisak murni sering terjadi. Misalnya, karyawan yang sudah memutuskan
untuk menghentikan kontrak kerjanya dengan perusahaan karena kecewa mengenai
pimpinan, pada saat ia pergi sebai balas dendam membuka praktek kurang etis dari perusahaan,
mendiskreditkan perusahaan atau mencari muka pada pemerintah. Perbuatan semacam
ini bertolak belakang dengan loyalitas terhadap perusahan dan tidak diimbangu
oleh kepentingan lebih besar.
Dalam kasus ini, saaat rapat dewan direksi insinyur
kepala membuat kesan insinyur A dan B
berambisi untuk menjadi Insinyur Kepala dan ambisi mereka yang melatarbelakangi Whistle blowing mereka. Tetapi rupanya alasan ini dibuat-buat dan
hanya dipakai oleh insinyur kepala untuk membenarkan diri. Bagaimana mungkin,
dua orang sekaligus mengincar jabatan yang sama? Dan lebih penting lagi, tidak
masuk akal sama sekali, jika insinyur A bermaksud mendapatkan suatu jabatan
melalui suatu perbuatan yang justru menyebabkan dia dipecat. Bahwa insinyur A
bersedia untuk mengambil risiko akan kehilangan pekerjaannya, membuktikan
dengan jelas kemurniaan motifnya.
4) Penyelesaian
masalah secara internal harus dilakukan dulu, sebelum kesalahan perusahaan
dibawa ke luar.
Jika karyawan merasa bertanggung jawab, ia harus berusaha
dahulu untuk menyelesaikan masalah disalam perusahan sendiri melalui jalur yang
tepat. Hal itu juga sesuai dengan kewajiban loyalitasnya, baru setelah upaya
penyelesaian secara internal gagal ia boleh memikirkan Whistle blowing.
Whistle
Blowing
secara internal yang dilakukan insinyur A dan B
Mereka melapor kepada Insinyur Kepala, tetapi atasan
langsung ini menyuruh mereka merahasiakan data-data tersebut dan tidak
menanyakan lebih lanjut. Sesudah menunggu beberapa bulan, insinyur A dan B
merasa curiga, karena masalah mereka tidak ditindaklanjuti. Mereka
memberitahukan seorang anggota Direksi. Lalu diadakan rapat Dewan Direksi
sehingga berlangsung diskusi seru. Pada kesempatan tersebut Insinyur Kepala
minta kepada Dewan direksi agar data-data yang memberatkan itu dirahasiakan
saja dengan argumentasi :
a.
Penyimpangan dari norma
tidak terlalu besar, sehingga tidak ada bahaya nyata bagi publik yg akan menggunakan jasa KA dibawah tanah
nanti.
b.
Perusahaan tidak
bisa memperkuat terowongan-terowongan yg rawan karena biaya akan menjadi
terlalu tinggi dan jadwal waktu tidak mengizinkan lagi.
c.
Mengakui kesalahan
akan mengakibatkan si pemesan merasa curiga terhadap kualitas pekerjaan seluruh
proyek.
Dalam rapat yang sama Insinyur Kepala memberi kesan
lagi bahwa insinyur A dan B berambisi untuk menjadi Insinyur Kepala dan bahwa
ambisi mereka ini merupakan latar belakang bagi seluruh kesulitan yang mereka
timbulkan . Lebih jauh ia menjamin bahwa tim Insinyur dari pemerintah yang akan
melakukan beberapa test pada fase terakhir penyelesaian proyek, hanya akan memeriksa
bagian-bagian terowongan yang safe.
Sesudah diskusi panjang lebar, Dewan Direksi memihak
kepada pandangan Insinyur Kepala. Mendengar hal tersebut insinyur B marah
besar, tetapi ia diam saja, karena takut akan kehilangan pekerjaan. Insinyur A
juga tidak menyetujui keputusan direksi tersebut.
Whistle
Blowing
secara eksternal yang dilakukan insinyur A
Insinyur A juga tidak menyetujui keputusan direksi
tersebut. Ia berpendapat bahwa kepentingan publik nanti dirugikan, karena
keamanan terowongan itu tidak optimal. Ia menyalurkan semua data tentang
masalah tersebut ke pers setempat. Dari sudut pandang etika jelas bertentangan
dengan kewajiban loyalitas.namun karyawan tidak hanya mempunyai kewajiban
loyalitas kepada perusahaan tetapi juga
mempunyai kewajiban kepada masyarakat umum apabila perusahaan tersebut
melakukan kesalahan. Kalau memang
diperbolehkan Whistle Blowing dapat dipandang sebagai pengecualian dalam bidang
kewajiban loyalitas. Dasarnya adalah demi kepentingan orang banyak.
5) Harus
ada kemungkinan nyata bahwa pelaporan kesalahan akan mencatat sukses.
Jika sebelumnya orang tahu bahwa
pelaporan kesalahan tidak akan menghasilkan apa-apa, lebih baik orang itu tidak
melapor. Tentu saja, sebelum berlangsung tidak pernah ada kepastian bahwa
pelapor akan mencapai sasaran-sasaran yaitu mencegah terjadinya kerugian untuk
pihak ketiga. Tetapi kita bisa berusaha membaca situasi dahulu. Rupanya
insinyur A karyawan baru yang belum lama mulai bekerja.
Namun dalam kasus ini prospek akan sukses rupanya
cukup bagus, dengan adanya bukti dan fakta yang kuat insinyur A memiliki
kemungkinan nyata bahwa pelaporan kesalahan atau whistle blowing akan mencatat sukses. Hal ini dibuktikan dengan
Pemerintah kota tidak tinggal diam, dan menuntut perusahaan kontruksi tersebut
ke pengadilan. Karena perkara itu tentang kontrak kerja yang cukup jelas,
kemungkinan besar hakim akan memenangkan pemerintah kota itu dan sistem
terowongan harus diperbaiki sesuai dengan ketentuan dalam kontrak.
2.
Pihak yang bertanggung
jawab atas masalah proyek sistem kereta api.
Melihat dari kasus yang diberikan yang patut untuk
bertanggung jawab adalah semua pihak yang terlibat dalam kasus perusahaan itu
sendiri. karena proyek ini dikelola dan dikerjakan oleh sejumlah pihak. Namun
jika dilihat dalam kasus ini yang dapat ditetapkan sebagai salah satu tersangka
dugaan kasus proyek sistem kereta api ini adalah insinyur kepala karena konteks
kasus lebih menonjol terhadap insinyur kepala. Didalam konteks kasus menyatakan
bahwa Insinyur Kepala menyuruh insinyur A dan B merahasiakan data-data tersebut
dan tidak menanyakan lebih lanjut. Selain itu Insinyur Kepala minta kepada
Dewan direksi agar data-data yang memberatkan itu dirahasiakan saja dengan berbagai
argumentasi. Insinyur Kepala juga memberi kesan bahwa insinyur A dan B
berambisi untuk menjadi Insinyur Kepala dan bahwa ambisi mereka ini merupakan
latar belakang bagi seluruh kesulitan yang mereka timbulkan . Lebih jauh ia
menjamin bahwa tim Insinyur dari pemerintah yang akan melakukan beberapa test
pada fase terakhir penyelesaian proyek, hanya akan memeriksa bagian-bagian
terowongan yang safe, serta pemecatan
yang ditujukan kepada Insinyur A. Dewan direksi juga terkait dalam hal ini
karena menyetujui dan memihak kepada pandangan Insinyur Kepala yang nyatanya
dan sangat jelas telah melanggar kontrak. Insinyur B tidak melakukan tindakan whistle blowing seperti yang dilakukan insinyur A karena takut
kehilangan pekerjaan padahal ia mengetahui fakta dan kebenaran, karena
ketakutannya dia juga bisa terjerat pelanggaran kode etik pekerjaan/profesi
dimana dia tidak menjalankan kode etik insinyur.
Namun yang berkemungkinan bertanggung jawab sangat
lah banyak karena sebuah proyek itu sendiri berkaitan dengan sejumlah pihak.
Yang bermungkinan adalah pemilik
perusahaannya, dewan komisaris, manajer keuangan, manajer sumber daya manusia,
manajer pemasaran, manajer operasional, insinyur kepala, insinyur B, pihak
inspeksi dari pemerintah, dan pihak lainnya. karena untuk selanjutnya yang berhak menetapkan siapa yang
bertanggung jawab dan akan dicap sebagai tersangka yaitu pihak yang berwajib.
Dalam penetapan ini pihak yang berwajib harus terlebih dahulu mencari
bukti-bukti, melakukan pemeriksaan saksi-saksi. Siapapun yang terlibat, harus
diproses secara hukum, penegak hukum harus dapat membuat jera para pelaku penyimpangan
kasus sistem kereta api sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga
menimbulkan efek jera dan tidak terulang dikemudian hari.
Dalam hal ini perusahaan telah melanggar
beberapa ketentuan. Diantara nya :
A. Melakukan wanprestasi dengan pemerintah mengenai kontrak.
B.
UU no.30 pasal 153
(1) pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan : poin
H pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha yang berwajib mengenai perbuatan
pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan. Pelanggaran perusahaan sistem
kereta api yaitu memecat insinyur A.
C.
Dapat merugikan
atau menimbulkan risiko terhadap khalayak banyak atau publik akan keselamatan
hidupnya karena keamanan terowongan tidak optimal.
D.
Dan pelanggaran
lain dapat dikaji berdasarkan undang-undang, peraturan pemerintah, dan sumber
hukum lainya.
Daftar Pustaka
Dewi.2012.Etika
Bisnis-Kewajiban Karyawan dan Perusahaan. http://diyandewi.blogspot.co.id, 15 Mei 2017
Elis Listiana.PPT
Teori etika pekerja.email, 7 Mei 2017
Farah fitriani.2011.Rahasia
Dagang dan Analisis Kasus. http://farahfitriani.wordpress.com, 15 Mei 2017.
K. Bertens.2000.Pengantar
etika bisnis.Books.google.co.id, 17 Mei 2017
Republik Indonesia. 2000.Undang-undang nomor 30 tahun 2000 tentang rahasia dagang,
Jakarta: Sekretariat Negara.
Republik Indonesia.2003. Undang-Undang nomor 13 tahun
2003 tentang ketenaga kerjaan, Jakarta: Sekretariat Negara.
Rosandy,Tommi.2012.Perlindungan
Hukum Rahasia Dagang. http://wacanahukum.blogspot.co.id, 15 Mei 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar